11 Mar 2011

satu pilihan

hidup cuman satu kali

hidup cuman sementara
hidup mempunyai banyak pilihan
hidup harus memilih pada 1 pilihan

pilihlah dengan hati
pilihlah dengan agama
pilihlah dengan jalan yang baik
pilihlah dengan iklas

pilihlah karena bahagia
pilihlah karena mengerti
pilihlah karena merindu agama
pilihlah untuk diri sendiri

pilihan untuk orang lain
pilihan untuk berbakti
pilihan untuk janji
pilihan untuk dirinya

...........hanya akan mendatangkan penyesalan.


5 Mar 2011

Dzolim

Dzolim adalah setiap orang yang meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya berarti telah berbuat zalim. Dengan demikian, orang zalim adalah orang yang menyimpang dari kebenaran sembari melakukan tindakan yang berlawanan dengan kebenaran atau yang semisalnya. Dengan kata lain, zalim bermakna melanggar atau menyimpang dari kebenaran hingga melakukan kebatilan atau kedurhakaan.

Zhulm-zhulmah juga merupakan lawan dari an-nûr. Jamaknya adalah zhulam, zhulumât, zhulamât, zhulmât. Contoh, “Azhlama al-layl (Malam telah gelap),” Azhlama al-qaum (Mereka memasuki kegelapan). Allah Swt. berfirman:

]وَءَايَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ[

Suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam. Kami menanggalkan siang dari malam itu sehingga dengan serta-merta mereka berada dalam kegelapan. (QS Yasin [36]: 37).



Makna Zalim dalam al-Quran

Berdasarkan pengertian syar‘î, menurut Syihabuddin Ahmad ibn Muhammad al-Ha’im al-Mishri, kata zalim yang makna dasarnya adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya itu kemudian digunakan untuk menyebut tindakan syirik, pembangkangan, dan pengurangan. Karena itu, jika dihubungkan dengan Allah, manusia sebagai pribadi, maupun manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia lainnya, kata zalim antara lain bermakna:



1). Durhaka atau melampaui batas. Allah Swt. berfirman:

]وَقُلْنَا يَاآدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلاَ مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلاَ تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ[

Kami berfirman, “Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian berdua sukai, dan janganlah kalian mendekati pohon ini yang dapat mengakibatkan kalian termasuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Baqarah [2]: 35).



Frasa termasuk orang-orang yang zalim, menurut ath-Thabari, maksudnya adalah menjadi orang-orang yang melampaui batas hingga melanggar apa yang tidak diperkenankan Allah.

Dalam hadis tentang wudhu, misalnya, juga dikatakan:
]فَمَنْ زَادَ أَوْ نَقَصَ فَقََدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ[

Siapa saja yang menambah-nambah atau mengurangi (wudhu) berarti telah berlaku buruk dan zalim. (HR Abu Dawud).



Artinya, ia telah melakukan adab yang buruk dengan meninggalkan sunnah, tidak beradab dengan adab syar‘î, dan menzalimi dirinya sendiri dengan mengurangi pahala wudhunya.



2) Kemusyrikan. Di dalam al-Quran dinyatakan:

]الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ[

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman. (QS al-An’am [6]: 82).



Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn ‘Abbas dan jumhur alhi tafsir menyatakan bahwa maksudnya adalah, “Mereka tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kemusyrikan.”

Berkaitan dengan ayat di atas, Huzayfah, Ibn Mas’ud, dan Salman mengaitkannya dengan ayat berikut:

]إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [

Sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman yang sangat besar. (QS Luqman [31]: 1).



Ayat di atas bermakna bahwa Allah adalah Satu-satunya Zat Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan serta Yang Maha Pemberi rezeki dan Maha Pemberi nikmat. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Apabila Allah disekutukan dengan selain-Nya maka tindakan demikian merupakan kezaliman yang sangat besar.

Berkenaan dengan ayat di atas pula, Ibn Katsir menyatakan bahwa syirik merupakan kezaliman yang sangat besar (a’zham azh-zhulm). Mengutip Imam al-Bukhari dari Qutaybah disebutkan bahwa ketika turun QS al-An’am [6] ayat 82 di atas, para sahabat bimbang. Mereka kemudian bertanya kepada Rasulullah, “Bukankah kami tidak menukar keimanan kami dengan kezaliman?” Rasul menjawab, “Bukan demikian maksudnya. Bukankah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada anaknya yang mengatakan, “Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya menyekutukan Allah itu adalah kezaliman yang besar?” (QS Luqman [31]: 13). (HR Muslim).



3) Pengurangan. Allah Swt. berfirman:

]كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ ءَاتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا[

Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya. Kebun itu tiada berkurang buahnya sedikitpun. (QS al-Kahfi [18]: 33).



Ayat di atas bermakna, “Jangan menguranginya sedikitpun.”

Allah Swt. juga berfirman:

]وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ[

Mereka tidaklah menzalimi Kami. Akan tetapi, merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. (QS al-Baqarah [2]: 7).



Berkaitan dengan ayat di atas, al-Fira’ menyatakan, bahwa maksudnya, “Mereka tidaklah mengurangi Kami. Akan tetapi, merekalah yang mengurangi diri mereka sendiri.”



4. Melanggar perintah Allah. Allah Swt. berfirman:

]وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلاَ تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ[

Apabila kalian mentalak istri-istri kalian, lalu mereka mendekati akhir ‘iddah-nya, hendaklah kalian merujuk mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang makruf pula. Janganlah kalian merujuk mereka untuk memberi kemadaratan, karena dengan demikian kalian menganiaya mereka. Barangsiapa yang berbuat demikian, sesungguhnya ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. (QS al-Baqarah [2]: 231).



Dalam ayat di atas, berbuat zalim terhadap diri sendiri adalah karena ia telah melanggar perintah Allah.

Pengertian yang kurang lebih sama dikemukakan oleh al-Baydhawi ketika menafsirkan ayat berikut:

]قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ[

Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS al-A’raf [7]: 23).



Ia menyatakan bahwa kalimat kami telah menzalimi diri kami sendiri maksudnya adalah kami telah merugikan diri sendiri dengan berbuat maksiat dan keluar dari surga.



5. Menjerumuskan diri pada azab Allah. Masih berkaitan dengan ayat di atas, dikatakan bahwa menzalimi diri sendiri pada ayat tersebut maksudnya menjerumuskan diri ke dalam azab Allah.



6. Berhukum dengan hukum selain Allah.
]وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ الله فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ[

Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim. (QS al-Maidah [5]: 45).



Berkaitan dengan ayat ini, juga dengan ayat sebelum dan setelahnya, al-Baghawi menyatakan, bahwa menurut Qatadah dan adh-Dhahak, ketiga ayat ini ditujukan kepada kaum Yahudi. Menurut al-Barra’ bin Azib, ayat ini ditujukan kepada orang kafir secara keseluruhan. Akan tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada seluruh umat manusia. Sementara itu, menurut Ikrimah, ayat di atas mengandung pengertian bahwa siapa saja yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan penuh kesadaran adalah kafir. Namun demikian, jika ia tetap mengakui hukum Allah tetapi dalam praktiknya ia tidak melaksanakannya, ia terkategori zalim dan fasik. Hal senada diungkapkan oleh ‘Abdul Aziz bin Yahya al-Kinani. Ia menyatakan bahwa ayat ini berlaku bagi siapa pun yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Hanya saja, orang yang tetap berhukum dengan hukum Allah dalam masalah tauhid dan meninggalkan syirik, sementara ia tidak menerapkannya dalam masalah syariat, ia tidak sampai dihukumi kafir.



Khatimah

Paparan di atas hanyalah mewakili sebagian pengertian dari kata zalim yang terdapat dalam al-Quran. Namun demikian, dari penjelasan di atas, kita dapat menarik benang merah, bahwa kezaliman adalah mencakup seluruh tindakan penyimpangan dari syariat atau pelanggaran terhadap berbagai ketentuan Allah; baik dalam konteks kezaliman terhadap Allah, diri sendiri, maupun orang lain.

Yang menarik, dalam berbagai ayat-Nya, Allah sering menisbatkan kezaliman kepada manusia, sembari menafikannya terhadap Diri-Nya sendiri. Artinya, Allah tidaklah mungkin berbuat zalim atas manusia, tetapi manusialah yang berlaku zalim atas dirinya sendiri. Demikianlah sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Allah di dalam sejumlah ayat (dalam sepuluh tempat) seperti: QS at-Taubah (9) ayat 70; Yunus (10) ayat 44; Hud (11) ayat 101; an-Nahl (16) ayat 33 & 108; al-Ankabut (29) ayat 40; Ali Imran (3) ayat 117; an-Nur (24) ayat 50; ar-Rum (30) ayat 9; az-Zukhruf (43) ayat 76.15. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. Wa mâ tawfîqî illâ billâh. (ABI). []

taken from http://wisnusudibjo.wordpress.com/2008/03/21/zalim/

calon istri

sedikit referensi dalam memilih calon istri


Hai orang-orang beriman, janganlah kamu,mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. 8:27-28)


Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah barang dan sebaik-baik barang adalah wanita yang shalihah”

Berkata At-Thibi,
وَقُيِّدَ بِالصَّالِحَةِ إِيْذَانًا بِأَنَهَا شَرُّ الْمَتَاعِ لَوْ لَمْ تَكُنْ صَالِحَةً

“Dikhususkan pada wanita yang shalihah sebagai pemberitahuan bahwa wanita adalah sejelek-jelek barang yang ada di dunia ini jika ia tidak shalihah”

Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ الْجَارُ السُّوْءُ وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّـيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ

“Empat perkara yang merupakan kebahagiaan(yaitu) istri yang shalihah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang enak dinaiki, dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan adalah tetangga yang jelek, istri yang buruk akhlaknya, rumah yang sempit, dan kendaraan yang tidak enak dinaiki”

Sesungguhnya wanita yang sholihah dialah yang akan menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan sesempurna mungkin baik kewajiban yang berkaitan dengan suaminya, anak-anaknya, keluarga suaminya, dan juga tetangganya. Dialah yang akan berusaha sekuat mungkin karena keimanannya untuk menjadikan engkau ridho kepadanya, karena itulah cita-cita dan tujuan hidupnya.

Dialah yang paham dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya”

Oleh karena itu wahai saudaraku janganlah engkau sampai terpedaya dengan keelokan tubuh, keranuman wajah, serta kata-kata manis…ketahuilah dan yakinlah bahwa wanita yang shalihah dialah yang memungkinkan untuk menjadikan rumahnya sebagai surga duniamu yang dipenuhi dengan kasih sayang dan kebahagiaan…

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلُ مِنَ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ

“Sesungguhnya dunia adalah mataa’ (barang) dan tidak ada barang di dunia ini yang lebih baik dari wanita yang shalihah”

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوْا فَأَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ عُمَرُ فَأَنَا أُعْلِمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيْرِهِ فَأَدْرَكَ النَّبِيَّ r وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ فَقَالَ لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ

Dari Tsauban, tatkala turun firman Allah tentang perak dan emas (yaitu firman Allah وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ ثُمَّ لاَ يُنْفِقُوْنَهَا… Adapun orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya…) (QS 9: 34), mereka (para sahabat) berkata, “Harta apa yang mestinya kita miliki?”, Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku akan mengabarkan kalian kepada kalian”, lalu beliau mempercepat ontanya hingga bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku (Tsauban) menyusulnya. Umar berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, harta apakah yang mestinya kita miliki?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hendaknya yang kalian cari sebagai harta adalah hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, dan istri yang shalihah yang membantu kalian untuk meraih akhirat”

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ صللى الله عليه و سبم أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ ماَ اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتُْه وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَـتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ

Dari Abu Umamah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tidaklah seorang mukmin memperoleh sasuatu kebaikan –setelah memperoleh ketakwaan kepada Allah - melebihi istri yang shalihah, jika ia memerintahnya maka iapun taat, jika ia memandangnya maka menyenangkannya, jika ia bersumpah agar ia melakukan sesaatu maka ia melaksanakan sumpahnya, dan jika ia sedang tidak di rumah maka ia (sang istri) menjaga dirinya (untuk tidak melakukan hal-hal yang nista) dan menjaga hartanya (harta suaminya)”

Renungan

Hendaknya seseorang yang ingin mencari istri membenarkan niatnya, bahwa niatnya ingin menikah adalah bukan sekedar untuk bersenang-senang dengan wanita yang cantik namun niat utamanya adalah untuk beribadah dan menjaga dirinya agar tidak terjatuh pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dengan niat yang baik maka Allah akan memudahkannya mewujudkan apa yang ia harapkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتِبُ الَّذِي يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ

Tiga golongan yang pasti Allah menolong mereka, orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga dirinya (dari berbuat kenistaan).

Allah berfirman,
وَأَنْكِحُوْا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)

Semakin besar niat seseorang bahwa ia menikah adalah untuk beribadah kepada Allah, untuk menerapkan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. maka pahala yang diperolehnya semakin besar, dan Allah akan semakin membantunya mencapai kebahagiaan. Perkaranya kembali kepada niat yang benar, seseorang bisa saja mengandalkan usaha yang ia lakukan, namun taufik hanyalah di tangan Allah, barangsiapa yang niatnya benar maka Allah akan memberi taufik kepadanya untuk memilih istri yang shalihah.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً بِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ ذُلاًّ وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ فَقْرًا وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ دَنَاءَةً وَمَنْ تَزَوَجَّ امْرَأَةً لَمْ يَتَزَوَّجْهَا إِلاَّ لِيَغُضَّ بَصَرَهُ أَوْ لِيَحْصُنَ فَرْجَهُ أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيْهَا وَبَارَكَ لَهَا فِيْهِ

“Barangsiapa yang menikahi wanita karena pamornya maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya kecuali kehinaan, barangsiapa yang menikahi wanita karena menginginkan hartanya maka Allah tidak akan menambah baginya kecuali kemiskinan, barangsiapa yang menikahi wanita karena kedudukannya maka Allah tidak akan menambah baginya kecuali kerndahan, dan barangsiapa yang menikahi wanita agar bisa menjaga pandangannya atau untuk menjaga kemaluannya atau untuk menyambung silaturrahmi maka Allah akan memberikan barokah baginya pada istrinya dan memberikan barokah bagi istrinya padanya”

17 Feb 2011

Simple

ku hanya ingin lebih bahagia

ku hanya ingin semua berjalan lancar
ku hanya ingin semua senang dan tertawa
ku hanya ingin semua baik baik saja

tidak dengan semua cara mu bisa terlaksana
tidak dengan semua pikiran mu adalah benar
tidak dengan semua tindakan mu bisa diterima
tidak dengan semua kalimat mu bisa tertawa

Ya Allah hanya Engkau yang mengetahui akhirnya
Ya Allah hanya Engkau yang maha memberi
Ya Allah hanya Engkau yang bisa segalanya
Ya Allah hanya Engkau yang bisa membantu umat MU

Aku hanya ingin lebih bahagia dan lebih membahagiakan keluarga ku.

hati vs logika

dan ketika hati dibalas dibalas dengan logika


dan ketika semua sudah berakhir
dan ketika semua sudah dijelaskan
dan ketika semua sudah dibahas
dan ketika semua sudah ada jalannya

apakah berarti dilupakan
apakah berarti dihilangkan
apakah berati dibuang
apakah berarti sia sia

dan ketika ada permintaan
dan ketika semua balik ke asal
dan ketika semua berjalan adanya
dan ketika semua dipenuhi

dan semua dengan hati
dan semua dengan tulus
dan semua dengan iklas

haruskah diakhiri dengan kebohongan
haruskah diakhiri setelah ada pengganti
haruskah diakhiri oleh pikiran
haruskah ........

butuhkah penjelasan
butuhkah bukti
butuhkah maaf
butuhkah janji

TIDAK.
semua SUDAH dimaafkan.
ku jalan DENGAN hati dari awal hingga saat ini.

5 Feb 2011

harus kah

pasangan
apa sih pasangan?
berbagi
apa sih berbagi?

pasangan
merupakan orang yang paling dekat dengan kita, orang yang bisa mengerti tanpa harus di ajari. orang yang memang terlahir menjadi orang terdekat kita. orang yang bisa terima kita apa adanya tanpa harus merubah orang tersebut dan tanpa harus kita berubah menjadi orang lain.
pasangan
adalah orang yang bisa mengighatkan kita apabila kita salah dan atau memberitahu kita apabila kita lupa. orang yang memang tau dan mengerti cara menghadapi diri kita. susah dan senang, kebahagian, canda dan tawa. Hal tersebut tidak bisa di ukur dengan materi.
pasangan
mencintai pasangan lebih dari yang lain kecuali agama, kasih dan sayang hanya untuk pasangan. perhatian, waktu, tenaga yang telah dikeluarkan hanya untuk pasangan. jauh atau dekat selalu merasa dan saling kontak batin apabila ada apa2 dan bukan hanya ilusi. indahnya ketika aku berpasangan dengan dirimu, bahagia dunia dan aku bisa merasakan bahagia akhirat bersama mu.
pasangan
tidak ada yang perlu ditanyakan dan di itung2 apalagi menagih janji, krn saling mengerti. Indahnya berpasangan dengan tulus dan dari hati.

berbagi
konsep berbagi adalah memberi tanpa mengharap sesuatu kembali atau balasan. Berbagi merupakan suatu hal yang sangat indah baik itu bersama pasangan, keluarga dan orang2 terdekat. Berbagi dengan orang yang tidak kita kenal tetapi memang membutuhkan akan menghasilkan senyum indah dan tulus kepada kita. Berbagi merupakan jalan yang baik dan benar.
berbagi
berbagi cerita, canda dan tawa hanya kepada pasangan. orang lain tidaklah perlu untuk diceritakan tentang pasangan nya masing2. banyak akibat yang akan timbul, banyak presepsi yangakan timbul dari sekedar cerita simple dan singkat, apalagi cerita panjang. mulut dan lidah adalah hal yang harus sangat di jaga dalam berbagi.

pasangan yang saling berbagi dan saling menghargai dengan segala bentuk dan cara yang baik, betapa indahnya hubungan yang akan terjalin. Saling ngerti dan tulus... what a beautiful world.